Search This Blog

March 21, 2014

BPH

BPH  (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (PEMBESARAN PROSTAT))

Patofisiologi
- Penyebab BPH tidak dipahami dengan baik, tetapi diidentifikasi akibat androgen testikuler
- Dihidrotestosterone (DHT), suatu metabolit dari testosteron, adalah mediator pertumbuhan prostat. Demikian juga dengan estrogen.
- BPH terjadi saat jaringan prostat lebih sensitif terhadap estrogen dan kurang respon terhadap DHT.
- Faktor-faktor risiko : merokok, obesitas, konsumsi alkohol, penjakit jantung, diabetes, diet western (tinggi protein dan lemak hewani serta karbohidrat, redah serat).

Manifestasi klinik
- Obstruktive dan irritative symptomp melibpti urinary frequency, urgency, nocturia, hesitancy in starting urination, penurunan dan intermittent kekuatan aliran dan sensasi intak tuntas saat berkemih, abdomen tegang dengan urine, penurunan volume dan kekuatan aliran urine, dribbling, dan komplikasi dari akut urinary retention (lebih dari 60 mL urine tertahand alam bladder), dan recurrent UTIs. Chronic urinary retensi dan volume residual besar dapat membawa kepada azotemia (akumulasi produk sisa nitrogen) dan gagal ginjal.
- General symptoms mungkin juga ada, kelemahan, mual, muntan, anoreksia, ketidaknyamanan pelvis. Gejala lain mirip gejala urethral strikture, kanker prostat, neurogenic bladder, dan batu bladder.

Manajemen Medis
Tujuan : memperbaiki kualitas hidup, memperbaiki aliran urine, melepaskan obstruksi, mencegah progression, dan meminimalkan komplikasi.
Tindakan dengan berbagai macam operasi dari minimal invasive sampai terapi bedah surgical resection.
Komplikasi post operasi : perdarahan, formasi cloth, obstruksi catheter, sexual dysfunction.
Manajemen pasien dengan Prostatectomy

Diagnosa Keperawatan

Preoperatif
- Kecemasan tentang pembedahan dan hasilnya
- Nyeri akut berhubungan dengan distensi bladder
- Defisik pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor terkait gangguan dan protokol

Postoperative
- Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, kateter, spasme bladder
- Defisit pegnetahuan tentang perawatan post operatif

Masalah Kolaboratif
- Potensial komplikasi shock
- Potensial komplikasi infeksi
- Potensial komplikasi deep vein thrombosis
- Obstruksi kateter
- Sexual dysfunction

Intervensi Preoperatif

Mengurangi kecemasan
- Pasien sering kunjungi rumah sakit atu pusat operasi : selain supaya familier dengan lingkungan operasi dapat menciptakan komunikasi dengan pasien tentang sifat operasi serta hasil yang diharapkan. Pasien diharapkan dapat memverbalkan perasaannya tentang ketakutan, rasa bersalah, kekhawatiran, dsb.

Mengurangi ketidaknyamanan
- Bedrest, analgesik,
- Monitor pola berkemih pasien, lihat distensi bladder pasien, bantu dengan kateterisasi bila diindikasikan. Bila pasien tidak toleran dengan kateterisasi, dapat disiapkan untuk cystotomy.

Beri Instruksi
-Pada intervensi ini perawat mereview bersama pasien anatomi dan operasi yang akan dijalankan. Peraat dapat memperjelas informasi yang sudah diberikan oleh dokter bedah kepada pasien.

Menyiapkan pasien
- Memberi antiemboli stocking untuk mencegah DVT
- Melakukan enema biasannya malam hari

Intervensi Post Operatif

Mempertahankan balance cairan
- Monitor dengan ketat cairan yang keluar dan masuk
- Pasien juga dimonitor terhadap keseimbangan  elektrolit terutama terhadap hyponatremia, peningkatan tekanan darah, bingung, dan distress pernafasan. Tanda dan gejala dicatat dan dilaporkan kepada dokter.

Mengurangi Nyeri
- Monitor distensi abdomen yang mungking menyebabkan nyeri.
- Monitor tanda obstruksi
- Ketidaknyamanan juga mungkin akibat dressing yang terlalu ketat, drainase yang kurang tepat memasangnya.
- Beri analgesik sesuai advis
- Saat ambulasi dukung untuk jalan, tetapi tidak duduk terlalu lama karena akan meningkatkan tekan abdomen dan menyebabkan ketidaknyamanan dan perdarahan.
- Beri juice buah atau pelunak feses untuk memudahkan defekasi
- Bila enema dilakukan, harus dengan hati-hati untuk mencegah perforasi rectal.

Monitoring dan Memenej Potensial Komplikasi

Terhadap Perdarahan
- traksi kateter
- Monitor perdarahan, drainase,

Terhadap infeksi
- Teknik aseptik dalam mengganti balutan
- Hindari rektal termometer, rektal tubes, enema, karena dapat berisiko perdarahan di prostatic fossa.
- Setelah jahitan diambil, perineum dibersihkan
- Lampu penghangat kepada perineum untuk membantu penyembuhan; skrotum dilindungi dengan handuk saat lampu digunakan. Sitz bath juga digunakan untuk mendukung penyembuhan.
- Bila terjadi komplikasi UTIs atau epididymitis perawat memberi antibiotika sesuai advis.
- Saat pulang keluarga diinstruksikan untuk memonitor tanda infeksi : demam, menggigil, berkeringat, myalgia, dysuria, anuria frequency, dan urgency) dianjurkan untuk kontak dengan urologis bila terjadi.

Deep Vein Trombosis
- Anti embolism stocking
- Early postoperative ambulation
- Pada penderita yang memiliki risiko tinggi formasi cloth IV heparin atau SC diberikan sesuai advis.

Cateter yang obstruktive
- Observasi lower abdomen untuk memastikan kateter tidak buntuk
- Urinebag, dressing, insisi dilihat apakah ada perdarahan. Warna urine dicatat.
- Sistem drainase threeway dipakai, bila pasien merasakan nyeri, dicek dengan irigasi kelancaran drainase.
- Untuk mencegah taksi kepada bladder tube drainase (bukan kateternya) di plester dengan baik di paha sebelah dalam, beritahu maksudnya kepada pasien.
- Beritahu kepada pasien tentang masud kateterisasi, perasaan ingin kencing adalah akibat terpasangnya kateter, beritahu supaya dia tidak menarik kateter karena akan mengalami perdarahan.

Komplikasi dari pelepasan kateter
- Setelah kateter (suprapubic) diambil urine mungkin akan keluar (inkontinen), pasien perlu diberitahu bahwa itu akan surut dengan berjalannya waktu.
- Inkontinen urine dapat menurun meskipun kadang lama 1 – 2 tahun.
- Dukung untuk mengurangi inkontinen dengan  kontinen melalui :
                * meningkatkan frekuensi berkemih
                * menghindari posisi yang membuat tergesa-gesa ingin kencing
                * mengurangi minum saat beraktifitas
                * Meningkatkan kontinen dengan pelvic floor exercises, biofeedback, dan electrical stimulation.
- Mengantisipasi cairan dengan absorben pad dan membawa pakaian ekstra.
- Terali dengan collagen injection, artificial sphincter implants, medications, dan leg bags

Sexual dysfunction
- Pasien dapat mengalami disfungsi sexual sehubungan sengan disfungsi ereksi, penurunan libido, kelemahan.
- Meyakinkan bahwa libido akan kembali pulih sering kali menolong pasangan.
- Jangan sampai kelelahan saat rehabilitasi, karena ini juga akan menurunkan libido.
- Intervensi perawat meliputi mengkaji disfungsi sexual setelah operasi. Menyediakan lingkungan yang privat dan konfiden untuk mendiskusikan kepada pasien.
- Rujuk kepada sex terapist bila diindikasikan.

Mendukung perawatan di rumah
Pendidikan perawatan diri sendiri kepada pasien.
- Tentang bagaimana memenej sistem drainase, mengkaji komplikasi, mendukung pemulihan.
- Perawat memberi informasi verbal dan tulisan tentang kebutuhan untuk mempertahankan sistem drainase dan untuk memonitor urine output, perawatan luka, dan stratefi mencegah komplikasi seperti infeksi, perdarahan, dan thrombosis.
- Pasien dan keluarga perlu tahu tanda dan gejala yang perlu dilaporkan kepada dokter misalnya ada darah di urine, penuruhan keluaran urin, demam, perubahan warna drainase, bengkak di betis, dsb.
- Ajarkan pasien untuk mendapatkan kembali kontrol bladder setelah kateter dilepas :
                * Tegangkan otot perineal dengan menekan bokong bersama, pertahankan posisi ini dan
                    kemudian relax. Lakukan 10 – 20 kali tiap jam saat duduk atau berdiri
                * Coba untuk menghentikan kencing saat setelah mulai berkemih, tunggu beberapa detik 
                   untuk melanjutkan kencing.
      Pasien harus dijelaskan kapan dia akan mendapatkan kembali kontrol bladdernya. Suatu saat ia akan kembali mengalami dribble tetapi akan hilang dalam waktu 1 tahun. Urine prostat akan keruh pada beberapa minggu akan jernih sebagaimana penyembuhan prostat.
- Sementara penyembuhan fossa prostat (6-8 minggu) pasien tidak boleh melakukan aktifitas yang menimbulkan Valsalva effects karena dapat menimbulkan hematuria, dilarang mengendarai motor yang jauh, dia harus tahu bahwa makanan berempah, kopi, alkohol dapat menyebabkan ketidaknyamanan bladder.
- Pasien harus tahu komplikasi seperti perdarahan, blood cloth, penurunan aliran kencing, tanda UTIs yang harus dilaporkan kepada dokter.

Perawatan Lanjutan
- Homecare bila pasien tidak dapat ke rumah sakit karena sudah tua.
- Pasien diingatkan untuk pentingnya skreening kesehatan dan aktivitas yang meningkatkan  kesehatan. Diingatkan pentingnya follow up dan monitoring dengan dokter.

-

Trauma Genitourinary

Berbagai trauma panggul, punggung, abdomen atas sering kali menyebabkan trauma ureters, bladder, atau urethra.

Trauma Ureteral
- Tidak ada tanda dan gejala spesifik dari trauma ini,
- IV urography dapat mendeteksi 90% trauma ureteral.
- Dilakukan tindakan repair dengan pemberian stent

Bladder Trauma
- Dapat terjadi persamaan dengan fraktur pelvic dan multiple trauma dari abdomen bawah saat bladder penuh.
- Komplikasinya : perdarahan, shock, sepsis, dan extravasasi darah kejaringan.

Urethral Trauma
- Biasanya terjadi dengan trauma tumpul abdomen bawah dan regio pelvic, fraktur pelvis.
- Classic triad symptom meliputi : darah di meatus urinary, tidak bisa kencing, dan distensi bladder.

Manajemen medis
Tujuan : mengontrol perdarahan, nyeri dan infeksi dan mempertahankan drainase urine.
- Hematocrit dan hemoglobin dimonitor dengan ketat.
- Pasien juga dimonitor terhadap oliguria, tanda shock perdarahan, tanda dan gejala akut peritonitis.
- Kebutuhan uprapubic catheter untuk pasien dengan trauma urethral
- Tindakan operasi diikuti pemasangan kateter urine sampai 6 bulan.

Manajemen Keperawatan
- Kaji saat kapan terkena injuri, nyeri panggul atau abdomen, spasme oeot, bengkak di panggul
- Pasien diinstruksikan kemungkinan pentingnya insisi
- Lapor ke dokter bila ada demam, hematuria, nyeri panggul, atau tanda lain yang berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
- Pasien dengan ruptur ginjal dapat mengalami perdarahan yang banyak sampai beberapa hari setelah operasi.
- Guideline tengang peningkatan aktifitas bertahap, mengangkat, mengemudi memerlukan saran dari dokter.
- Follow up nursing care meliputi monitoring tekanan darah terhadap hipertensi, pembatasan aktivitas selama satu bulan untuk mencegah terulangnya perdarahan.

Batu Saluran Kemih dan Batu Ginjal



Urolithiasis dan Nephrolithiasis
Urolithiasis (batu saluran kencing) sedangkan nephrolithiasis (batu ginjal).
Pathofisiologi
Batu terbentuk saat konsentrasi yang meningkat dari substansi-substansi seperti kalsium oksalat, kalsium phosfat, dan asam urat. Tergantung atas jumlah substansi, kekuatan ionik, dan pH urine.
Pembentukan batu tidak jelas dipahami, hanya ateori-teori yang berkembang. Teori-teori :
- defisiensi substansi yang secara normal mencegah kristalisasi di dalam urin seperti sitrat, magnesiom, nephrocalcin, dan uropontin.
- teori lain berhubungan dengan status cairan pasien (batu elbih mudah terjadi pada pasien dehidrasi)

Faktor-faktor penting formasi batu : infeksi, statis urine, periode imobilisasi, slow renal drainase, metabolisme kalsium yang berubah.

Batu struvit 5-10% terjadi pada psien dengan gout, 15% terjadi karena bakteri yang menghasilkan urease-splitting seperti proteus, psedomonas, klebsiella, staphylococcus, atau mycoplasma. 

Manajemen Medis :
Bila batu tidak keluar spontan, dilakukan tindakan medis seperti endoscopic , ureteroscopik, extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL), endourologic (percutaneous) stone removal.
Tindakan Operasi bila tindakan-tindakan di atas tidak bisa memberi respon dengan baik.

Proses Keperawatan

Pengkajian :
Pasien  mengalami nyeri dan ketidaknyamanan seperti mual dan muntah, diare, distensi abdomen.
Kaji juga tandai UTI (demam, frequency, hesitancy) serta obsutrksi.Riwayat episode kolik renal, serta pengetahuan pasien tentang batu ginjal.

Diagnosa :
- Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi, obstruksi, dan abrasi traktus urinari
-Kurang pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan batu ginjal.

Masalah Kolaboratif :
- Infeksi dan urosepsi (dari UTI dan Pyelonephritis)
- Obstruksi traktus urinari oleh batu atau edema dengan subsequent gagal ginjal akut.

Intervensi
Mengurangi nyeri
- Opioid analgesic agents (IV atau IM sesuai advis) dengan IV NSID
- Dukung posisi yang nyaman
- Dukung ambulasi bila nyeri berkurang
- Tingkat nyeri dimonitor dengan ketat, beritahu dokter sehingga pasien dapat terapi adequat.
Monitoring dan memenej Potensial Komplikasi
- Tingkatkan masukan cairan  untuk mencegah dehidrasi dan meningkatakan tekanan hidrostatik untuk
-  Total urine output dan pola berkemih dimonitor. Ambulasi didukung untuk menggerakkan batu melalui traktus urinary.
- Kencing disaring dengan gouze, inspeksi adanya batu dan cloth darah.
- Karena batu ginjal meningkatkan risiko infeksi,, sepsis dan opstruksi, pasien diinstruksikan untuk melaporkan penurunan volume urine, urine yang keruh dan berdarah, demam dan nyeri.
- Pasien diinstruksikan untuk melaporkan peningkatan nyeri mendadak karena mungkin batu akan membuat obstruksi ureter.
- Vital sign dipantau dengan ketat terhadap tanda infeksi.
- Antibiotika sesuai advis

Mendukung asuhan di rumah
- Ajarkan pasien tentang pencegahan kekambuhan batu.
- Ajarkan minum yang banyak 3000-4000 mL tiap 24 jam.
- Kultur urine mungkin perlu diambil tiap 1 - 2 bulan
- Bila pasien telah melalui tindakan misalnya lithoripsi, ureteroscopy, atau tindakan prosedur terapi lainnya harus diberitahu komplikasi yang perlu dilaporkan kepada dokter.
- Jika pasien degnan ESWL pasien diberitahu untuk meningkatkan minum, untuk mendukung pengeluaran batu yang dapat terus terjadi sampai 6 minggu sapai bebreapa bulan setelah prosedur. Pasien diberi informasi tentang komplikasi prosedur tentang hematuria tetapi itu seharusnya akan hilang dalam 4 – 5 hari.
- Bila pasien memakai stent, hematuria akan terjadi sampai stent diambil. Pasien diinstruksikan melaporkan terjadinya panas badan lebih dari 38 Celsius.

Edukasi Pasien Pencegahan Batu Ginjal
- Hindari intake protein; biasanya dibatasi 60 gram / hari
- Intake sodium 3-4 gram / hari. Hindari garam meja. Karena sodium berkompetensi dengan calsium untuk reabsorbsi di ginjal.
- Low calsium diet tidak direkomendasikan kecuali memang terjadi absorptive hypercalciuria. Membatasi kalsium terutama pada wanita dapat membawa kepada osteoporosis.
- Hindari intake oxalate-containing foods (misal bayam, strawberries, kelembab, teh, kacang tanah, kulit gandum)
- Konsumsi air minum (idealnya air) tiap 1 – 2 jam.
- Minum 2 gelas air sebelum tidur dan tambahan 1 gelas setiap terbangun untuk mengurangi konsentrasi urine yang terlalu pekat.
- Hindari aktivitas yang membawa kepada peningkatan tiba-tiba yang menyebabkan berkeringat berlebihan dan dehidrasi.
- Kontak penyedia layanan kesehatan primer saat ada tanda awal infeksi saluran kencing.


Batu kalsium
- Pengurangan diet kalsium dipertanyakan, kecuali bila pasien mengalami tipe II absorptive hypercalciuria (1/2 dari semua pasien dengan batu kalsium)
- Intake cairan yang banyak bersama dengan diet protein dan garam karena keduanya meningkatkan konsentrasi kalsium pada urine.
- Medikasi dengan amonium chlodire mungkin dapat digunakan, dan bila peningkatan produksi parathormone (meningkatkan serum kalsium) maka digunakan thiazide untuk mengurangi kehilangan kalsium dan menurunkan  level parathormone.
Batu Asam Urat
- Pasien diharapkan untuk diet rendah purine untuk menurunkan ekskresi asam urat di dalam urine
- Diet tinggi purin yang harus dihindari : kerang, ikan-ikan kecil, asparagus, jamur, jeroan. Dan protein lain perlu dibatasi.
- allopurinol diresepkan untuk mengurangi serum asam urat
Cystine Stone
- Diet rendah protein, urine dibasakan, dan intake cairan ditingkatkan.
Oxalate Stones
- Pertahankan urine jernih dan batasi intake oksalate. Makanan yang tinggi oxalate : spinach, strawberries, rhubarb, chocolate, tea, peanuts, dan wheat bran.

-

Infeksi Saluran Kencing (Urinary Tract Infections / UTIs)



Infeksi Traktus Urinary (urinary tract infections (UTIs)
Disebabkan oleh mikroorganisme patogen di saluran kencing .

Biasanya diklasifikasikan menjadi 2 : Upper atau lower uranary tract, kemudian diklasifikasikan lagi menjadi uncomplicated dan complicated
- Lower UTIs meliputi cystitis bacterial (inflamasi kandung kemih), bacterial prostatitis (inflamasi kelenjar prostat), dan bacterial urethritis (inflamasi urethra).
- Upper UTIs lebih umum dan meliputi akut atau kronis pyelonephritis (inflamasi pelvis renal), interstitial nephritis (inflamasi ginjal), dan abses renal.

Lower UTIs
Patofisiologi :
- Invasi bakterial ke traktus urinari.
  Pada kondisi normal bladder dapat membersihkan sejumlah besar bakteri, dengan protein bernama Glycosaminoglycan (GAG) yang bekerja melawan bakteri. GAG dapat terganggu oleh agen-agen seperti metabolisme cyclamate, saccharin, aspartame, dan tryptophan.  
- Reflux 
  Adanya obstruksi aliran normal urine dapat menyebabkan  uretrhrovesical reflux dimana urine mengalir berbalik dari uretra ke bladder.

Manifestasi klinik :
- setengahnya tidak ada gejala.
- pada uncomplicated lower UTI misalnya sistitis : rasa terbakar saat kencing, sering kencing ( lebih dari tiap 3 jam), urgency, nocturia, incontinence, nyeri suprapubik atau pelvik. Hematuria dan nyeri punggung juga dapat terjadi. Pada orang tua, tanda gejala ini kurang terjadi.
- pada complicated UTI manifestasi dapat terjadi mulai asimtomatik akteriuri sampai sepsis gram negatif sampai shock (urosepsis).
Pada orang tua, terjadi struktur yang abnormal sekunder akibat penurunan tonus bladder dan reurogenic bladder (dysfunctional bladder, sekunder akibat stroke, diabetes menyebabkan bladder tidak dapat dikosongkan sepenuhnya meningkatkan risiko terhadap UTIs.
Hati-hati pada pasien tua sering kekurangan tanda UTI dan sepsis. Meskipun tanda frekuensi dan urgensi mungkin terjadi, tanda non spesifik seperti perubahan sensorium, letargi, anoreksia, inkontinensia yang baru, hiperventilasi, demam derajad rendah, dapat menjadi klu (tanda) [ gejala urosepsis].

Manajemen Medis :
Manajemen medis UTIs meliputi terapi Farmakologi dan edukasi. Farmakologi dapat terbagi dalamterapi farmakologi akut dan terapi farmakologi yang panjang. Akut dapat dengan antibiotika 3-4 hari, atau sampai 7 - 10 hari. Sedangkan yang panjang dapat sampai 2 minggu terapi. Pasien dapat mengalami reinfeksi, oleh sebab itu diperlukan terapi yang panjang.

Proses Keperawatan :

Pengkajian :
Riwayat Kesehatan :
- Nyeri, frequency, urgency, hesitancy, perubahan urine.
- Kaji laporan perubahan pola berkemih pasien, seringnya mengosongkan bladder, hubungannya dengan sexual intercourse, praktek kontasepsi, dan personal hygiene.
- Kaji penggunaan antimikrobial dan obat-obat lainnya.
- Kaji volume urine, perubahan warna, konsentrasi, kejernihan, bau,yang dipengaruhi oleh bakteri.

Diagnosa Keperawatan :
- Nyeri akut berhubungan dengan infeksi dalam saluran kencing
- Kurang pengetahuan tentang faktor predisposisi infeksi berulang, deteksi dan pencegahan infeksi berulang, dan terapi farmakologi.

Intervensi :

Mengurangi nyeri :
- Nyeri segera akan hilang dengan terapi antimikrobial.
- Bisa ditambah dengan antispasmodik sesuai advis
- Beri kompres hangat di perineum dapat mengurangi nyeri
- Minum yang banyak
- Hindari urinari tract iritan (kopi, teh, citrus, rempah-rempah, cola, alkohol)
- Berkemih tiap 2-3 jam dapat mendukung pengosongan bladder, mengurangi urinary stasis, mencegah reinfeksi.

Memonitor dan memenej Potensial Komplikasi
Komplikasi dapat ke arah gagal ginjal, sepsis (urosepsis), strikture, dan obstruksi. Tujuannya adalah mencegah infeksi kepada progres ke arah kerusakan renal permanen dan gagal ginjal.
- Pasien harus diajarkan tentang tanda dan gejala
- mulai terapi antimikroba, minum banyak, sering berkemih,
- Pasien dengan UTIs hidari penggunaan kateter
- Penggunaan kateter harus hati-hati :
* gunakan strict teknik aseptik
* Plester kateter yang baik untuk mencegah pergeseran
*Sering inspeksi warna urine, bau, konsistensi.
* Lakukan perineal care tiap hari
* Pertahankan sistem tertutup
* Ikuti instruksi perusahaan saat menggunakan port catheter untuk mengambil spesimen urine.
- Cek tanda vital dan kesadaran yang mungkin mengarahkan pasien kepada urosepsis.
-Segera laporkan kultur positip kencing dan peningkatan sel darah putih (WBC counts)
- Beri antibiotika sesua adwis

Mendukung Asuhan di Rumah
- personal hygiene
- meningkatkan intake cairan
- berkemih lebih sering
- regimen terapi

Upper Urinary Tract Infections
Pyelonephritis : adalah infeksi bakteri ke pelvis renal, tubulus, dan jaringan interstitial satu atau kedua ginjal.
Penyebabnya adalah penyebaran bakteri ke atas dari bladder atau melalui aliran darah.

Pyelonephritis akut
Manifestasi klinis : menggigil, demam, leukositosis, bakteriuria, pyuria. Low backpain, flank pain, mual dan muntah, sakit kepala, malaise, nyeri saat berkemih. Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada sudut costovertebral. Tambahan biasanya ada urgency dan frequency.

Pyelonephritis kronis
Manifestasi klinis : biasanya tidak ada tanda dan gejala kecuali jika terjadi eksaserbasi akut. Simptom biasanya : kelemahan, sakit kepala, nafsu makan buruk, polyuria, haus yang berlebihan, kehilangan berat badan. Infeksi yang panjang menyebabkan pembentukan jaringan parut pada ginjal dan menyebabkan gagal ginjal.

Komplikasi
Komplikasi pyelonephritis kronis meliputi penyakit ginjal terminal, hypertensi, formasi batu ginjal.

Manajemen Medis : terapi antimikrobial yang panjang.

Manajemen Keperawatan
Pasien harus diukur intake dan outputnya dengan teliti.
Minum 3-4 liter cairan perhari bila tidak ada kontra indikasi.
Cek temperatur tiap 4 jam dan beri antibiotik sesuai advis
Fokus pendidikan kesehatan : Ajarkan pasien pencegahan infeksi berulang : konsumsi cairan adequat, pengosongan kandung kencing lebih sering, perineal hygiene, serta pentingnya minum antimicrobial sesuai advis.